it's nice to be bad

     "how do you survive?" Seseorang menanyaiku, dibalik cermin yang sedang ku tatap. 

     "Breathe." Jawabku masih menatapnya.

     Dia sedikit berfikir, lalu kembali berbicara, "Aku masih melakukannya, tapi kenapa begitu menyakitkan?" 

     Aku mengedipkan mataku beberapa kali, menatapnya lekat-lekat, melihat seksama tentang ekspresi yang ia tunjukkan padaku. "Lakukan dengan tenang. Jangan buru-buru." 

     Dia melakukannya, mempraktekkan  apa yang telah aku katakan padanya, menunduk lalu kembali menarik nafas dalam dan menghembuskan nya dengan tenang. Aku masih menatap nya. "Mereka gak akan habis kan?" tanyanya.

     "Ga akan."

     Kembali menatapnya dengan tatapan yang tak berubah sedikit pun, "Apa mereka bisa membunuhku?" 

     Kini hembusan nafas ku keluar dengan rasa sedikit kesal. "Kamu mati, kalau mereka ga ada." 

     "Tapi kapan mereka akan ngerti kalau aku emang ingin mati?" 

     Tersentak mendengar ucapannya, namun tanpa ragu aku menjawab, "Then don't breath." 

     "But I can't, how to do that?" jawabnya pasrah.

     Aku menundukkan kepalaku, mengusap air mata yang tak tau sejak kapan mereka tercipta, "Do it yourself." 

     Kali ini dia masih memandangku, mencoba untuk meraih tangan getarku, namun terhalang oleh kaca yang membantengi kita. "Can you kill me." 

     "I can't." 

     "So who can kill me! I'm tired." Dia sedikit berteriak.

     "Someone who you loved, can do it," lalu pergi setelah memberinya jawaban yang sama sekali tak pernah aku sadari sebelumnya. 

  ‎ ‎ ‎ "You don't love yourself?" pertanyaan itu membuatku berhenti di tempat, terdiam sesaat, mencerna semua pertanyaan yang sama sekali aku sendiri tak mengerti jawabannya apa. 

  ‎ ‎ ‎ Aku menggelengkan kepalaku, tidak berbalik badan, masih di tempat yang sama. "I love myself, that's why I survived." 

  ‎ ‎ ‎ "No, you not." 

  ‎ ‎ ‎ Jengah aku kembali menatapnya, bayangan nya terlihat sedikit jauh dan buram. "Can you shut your fuckin' mouth?" aku berteriak padanya. 

  ‎ ‎ ‎ Dia terkejut, wajahnya yang sendu sekarang telah berubah suram, tatapan kebencian itu mulai bersarang di tempatnya. "Kalo mau aku diam, kita mati," celetuknya dingin.

  ‎ ‎ ‎ Dadaku berdebar, mencoba untuk tidak terpancing oleh emosinya, aku menarik nafasku berkali-kali, lalu melangkah pergi keluar dari tempat terkutuk itu. 

     

     

     
     

Komentar

Postingan Populer