Ayah Lagi.

     "Kenapa lagi, Mbak?" Tanya sosok pria yang disetiap subuhnya menghapiri kamarku hanya untuk sekedar membuka pintu dan melihat, bahwa putrinya telah tertidur dengan nyenyak. 

     Malam itu adalah malam kesekian kalinya ia memergoki diriku, tengah menangis dan menggigit pucuk dari kain yang menutupi gulingku, ia melihatku cemas, aku tak bisa benar-benar mentapnya karna mataku sudah buram dengan air mata. 

     Tidak mudah untukku tapi juga tak mudah untuknya pula. Ia duduk di sampingku, mengangkat kepalaku, dan mengambil guling yang ku genggam erat. Nafasku tertahan, sesenggukan tanpa ritme. Ia memandangku sebentar lalu menarikku kedalam peluknya. Tepat, tepat di dadanya aku meraung tanpa suara mengeluarkan semua emosi yang tak pernah bisa aku kendalikan. 

     Dia menimangku, memberi kehangatan dengan usapan cinta di rambutku, mencoba membuat tangisku reda. "Siapa lagi?" Tanyanya, aku mendengar suaranya serak.

     "Sa-salah ak-kuu." Ucapku sesenggukan. 

     "Maaf Mbak," Ucapnya tiba-tiba, aku melepas pelukannya lalu menatap matanya sambil menggeleng kan kepala, memberi isyarat bahwa ini bukan salahnya. "Maaf karna Ayah dulu sering menyakiti hati Mama. Hingga Ayah harus menyaksikan anak Ayah ... disakiti oleh pria, karna karma." Ah sesaknya tidak terduga. 

     Aku tidak pernah tau jika tangisku bisa menjadi penyebab seseorang menyesal, tapi sekarang aku jadi tau ... karna dengan Ayah meminta maaf bisa membuat luka yang tadinya untuk diriku, tiba-tiba menjadi beban sesalan untuknya juga. 

     Aku di hancurkan oleh orang yang sama, Ayah mengetahui nya, tapi sekalipun tak pernah aku temukan kata-kata seperti, "Tinggalkan dia." Atau "Biarkan dia menyesal." Tidak, setiap kali Ayah melihatku menangis, lagi, dan lagi. Ia akan selalu berkata, "Mbak kalo ada seseorang yang menyakiti mu tanpa sengaja, maafkan. Sebenarnya dia juga tidak menginginkan hal itu, hanya saja dia tidak tau bagaimana caranya menyesuaikan dirinya terhadap mu." 

     "Pergi meninggalkan nya hanya karna kesalahan yang tidak disengaja, hanya akan membuat dirimu yang terluka. Penyesalan tidak di ukur dari seberapa hebat kamu udah bikin dia senang, tapi di lihat dari keputusan yang kamu ambil. Percuma saja kamu mengaku bahwa sudah memberikan segalanya, tapi disaat kamu sadar seseorang itu menyakiti mu tanpa sengaja saja kamu langsung meninggalkan nya." Sudah. Lagi-lagi aku kalah dalam perdebatan antara Anak dan Ayah ini. 

     Perkara yang aku pikir akan sangat mudah untuk di perdebatkan, ternyata hal itu juga sudah di kuasai oleh nya, bahkan sudah di luar kepala. Tangisku terhenti, pikiran-pikiran yang tadinya ingin berhenti sampai disini ternyata sudah hilang entah kemana, mungkin malu dengan kata-kata Ayah. 

     "Aku akan berusaha ... sekali lagi." Jawabku. "Seterusnya." Tambahnya, "Kamu harus tetap berusaha sampai kamu mati, bukan untuk sekali atau dua kali lagi, Mbak." 

     "Kan usaha juga ga selalu berhasil Yah." 

     "Iya, bukan karna kamu ngerti ga disetiap usaha akan berhasil, jadinya kamu hanya berusaha untuk yang terakhir kali loh ya. Selama kamu masih bisa menghirup udara, kamu harus tetap berusaha untuk membuat orang yang kamu sayangi senang. Itu FINAL nya." 

     "Kalau aku terus-terusan bikin orang lain senang, terus siapa yang buat aku senang?" 

     "Ayah hanya bilang untuk orang yang kamu sayangi, siapa-siapa yang kamu sayangi, bukan orang lain, Mbak. Mereka berbeda kasta di hatimu. Kadang menyenangkan diri sendiri itu nggak perlu harus bersenang-senang kesana kemari, dengan kamu membelikan adikmu es krim saja mereka pasti senang." 

     "Mereka?" 

     "Ya kalau mereka senang kan, mereka pasti mencium pipi gembulmu, terus kamu jadi tersipu dan tersenyum karna malu, dan bahagia tentunya." Aku tersenyum mendengarnya, ia mengusap surai ku sayang, lalu mengcup keningku. 

     "Udah adzan, lakukan tugasmu." Lalu ia keluar, dan kembali ke kamarnya. 

     Sudah.

Komentar

Postingan Populer