Kelam & Kelabu

"Anna, kamu tau nggak kalo selama ini aku sayang kamu?" Katanya, "Aku nggak tau." Jawabku. 

"Bukan Anna, bukannya kamu nggak tau ... tapi emng kamu nya yang nggak mau tau." Lirihnya, dengan senyum yang tersirat seperti sebuah paksaan, dalam dan menusuk. 

"Lean! Enough." Jengah aku mendengar semua itu, aku memilih berdiri dan pergi dari sana, meninggalkannya yang mulai kembali termenung dengan segala isi kepala yang sama sekali aku ga tau apa isinya. 

Kenapa harus aku? Dia selalu begitu, dia tau aku tak mencintainya, tapi kenapa dia seolah buta? Aku benar-benar nggak habis pikir dengan apa yang ada dalam hati dan otaknya, aku tau dia tetap akan seperti itu, tapi aku tidak pernah tau kalau dia akan selama ini menyimpan itu, sendirian. 

~.~

Pergi jauh dariku nggak akan buat rasaku luntur Anna, kamu tetap yang pertama, aku nggak tau kenapa aku bisa menyimpan ini lebih lama, bahkan ini nggak ada dalam rencana, tapi mau bagaimana lagi, aku nggak tau gimana cara menghilangkannya, jadi kalau kamu nggak bisa terima aku, aku juga begitu, nggak akan bisa terima kalo kamu nggak terima aku. 

"Anna! Tunggu!" Aku berdiri dan mencoba untuk mengejarnya, mencoba untuk tetap bersejajar dengan kaki mungil itu, "Kamu tau aku gak akan berhenti Anna, dan Hey! Aku harap kamu gak berfikir kalo aku akan mengalah padanya." Cecar ku pada gadis imut yang berada di sampingku, ups dia berhenti, "Ck! Bisa diem ga sih!" Ucapnya arogan, tapi masih terlihat imut untukku. 

"Denger aku Ley, mau sampek kapan kamu kayak gini, aku cinta sama dia Ley, kamu tau itu..." 

"Ya ya aku tau, sangat tau, tapi kamu juga sayang aku, yakan?"

Dia menghembuskan nafas berat, seolah sangat letih meladeni ku yang tak pernah berhenti mengganggu nya, dia menatapku dengan tatapan pasrah, dan ku balas dengan senyum rekah indah yang ku punya, dia menggelengkan kepalanya lalu kembali berlalu mendahului ku, ahh gadisku yang malang, kalau saja kamu tak terlalu cantik, mungkin aku tak akan mengganggu mu seperti ini. 

~.~

Disini aku berada, di sebuah tempat kota terpencil, yang sangat aku sukai, tempat kelahiran ibu, tempat dimana seseorang paling berharga dalam hidupku bernafas untuk pertama kalinya.

"Anna!" Ahh suara itu lagi, aku tau kalian pasti sudah mengenalnya, pria batu yang tak tau malu, dia selalu menyebutku begitu... "Anna! Anna! Anna! Cukup Leandro, aku bukan Anna! Aku! Bukan! Anna, Leandro ... mau sampai kapan kamu panggil aku dengan nama itu? Aku muak!" Teriakku marah padanya. 

"Itu ga akan ngubah segalanya Anna!" Bentaknya padaku. "Kamu tetap Anna untukku, gak peduli siapa nama yang tertera di id card palsu mu itu ... tapi kamu tetap Anna ku." 

"Mau sampai kapan Ley?" Aku mencoba untuk mendekatinya, mengambil salah satu tangan dari pria batu di depanku, mengangkat nya sejajar dengan dadaku. "Aku Nara, Leandro, bukan Anna." Matanya berkaca, ia segera menarik tangan yang telah ku genggam, hentakannya tak begitu kuat, tapi cukup membuatku sadar bahwa dia telah terluka. 

"Kenapa selalu Bara?" Tanyanya lirih sangat lirih. "Kenapa selalu Bara yang kamu pilih, Nara?" Ahhh jantungku berdegup kencang, mendengar nya menyebut nama itu, membuat hatiku berdenyut sakit, entah apa yang menyakititkan tapi ini benar-benar sakit. 

"Aku nggak memilih dia, diantara kalian kalau pun aku bisa memilih, aku akan memilih kamu Lean. Tapi masalahnya dia sudah merebutku lebih dulu, dia sudah memiliki ku sebelum kamu mengatakan semua itu tempo hari." 

"Kamu memilihnya, Nara." Jawabnya tersenyum kecut. "Kalau kamu nggak memilihnya, kamu akan tau kalau aku sudah mengikat mu lebih dulu sebelum dia datang dan mencoba merebutmu dariku!" 

"Lean deng–" Ucapku terpotong, "Nggak Anna, aku butuh kamu, bisa kamu liat itu? Lihat Anna! Lihat aku! Aku butuh kamu Anna ... Aku butuh kamu."

Aku tak berkata apapun, mengamatinya lekat, menelaah setiap sudut yang ada pada wajahnya, mencoba mencari sebuah kebohongan yang tertancap di balik topeng yang sedang di pakainya, hingga satu titik yang membuat degup jantungku kembali bertempo cepat, "Ley, hidungmu berdarah Ley!" Panikku, "Ley, ayo Ley!" Aku segera mengajaknya kembali meminta bantuan kepada perawat-perawat yang sedang berjalan anggun di dekatku, dengan sigap mereka membawakan sebuah kursi roda untuk Leandro, mendorongnya dengan kencang namun hati-hati. 

Leandro tetap memegangi tanganku erat, aku tau dia ketakutan sekarang, aku tau cemas dalam dirinya tertanam begitu kuat, hingga rasa sakit lebih mendonasi semuanya. 

~.~

"Gimana Leandro?" Sebuah minuman hangat mendarat di mejaku, bersamaan dengan suara bariton milik pria yang sangat aku sayangi. 

"Dia nggak papa, Dokter bilang dia cuman kecapean," Aku mengambil minuman itu, meminumnya dengan hati-hati, manis, itu yang aku rasa pertama kali. "Kamu, kapan sampai?" 

"Nara, aku harap kamu tak akan mengubah segala rencana yang telah kita buat..." Ucapnya ragu, menghiraukan pertanyaan yang telah aku ucapkan lebih dulu. "Rencana?" Jawab ku bingung. 

Dia menatapku lekat, "Kita jadi ke Bali?" Tanyanya. Aku sedikit terkejut namun dengan cepat aku mencoba menetralkan rasaku kembali. "Jadi!" Jawabku yakin. 

"Kalau begitu, aku akan memesan tiket untuk penerbangan besok pagi, dan aku harap kamu sudah bersiap sebelum matahari terbit besok Nara." Aku tersenyum, "Okey."

Hari ini aku dan Bara akan pergi, bersenang-senang sesuai dengan rencana yang telah kita buat, Bara sudah menjemputku, dan sekarang kita sudah berada di dalam pesawat, sekitar 2 jam lebih kita terbang, dan akhirnya kita mendarat. 

Aku menukmati setiap waktu yang aku miliki bersama Bara, hanya dengan Bara, tidak ada yang lain. "Sayang, kamu mau pesan apa?" Tanyanya, "Aku samain aja sama punyamu." Jawabku lirih. 

Kali ini kita sedang ada di pinggir pantai sudah hampir sore, aku melihat Bara tengah berlari-lari kecil menghampiri para makhluk tak berdosa itu, bermain bersama mereka dan mencoba mengejar salah satu dari mereka, ah Baraku sangat tampan, aku mengambil kameraku dan bersiap memotretnya, dan 

Ckrik! 

Dapat, aku mendapatkan senyuman nya, senyum tulus tanpa di buat-buat, ahh sangat manis rasanya aku ingin sekali memakannya. 
"Sayang! Kesini!" Teriaknya sambil mengayun-ayunkan tangannya menginterupsi ku agar segera datang ke tempatnya, aku menghampiri nya, "Makanan kita udah dateng, ayo makan dulu," Aku mengelus kepalanya sayang, mencoba untuk membujuk lelaki kesayangan ku ini untuk menyudahi permainannya dengan bocah-bocah bule yang ada di depannya. 

Setelah selesai makan akhirnya aku dan Bara duduk di tepian pantai, jarum jam sudah menunjukkan pukul 7, dan aku disini bersama Bara. "Sayang, besok kita mau kemana lagi?" Tanyanya, aku tak langsung menjawab tapi aku menatapnya lekat, mencoba untuk mencari cara agar aku bisa membuat nya baik-baik saja, "Nara!" Teriak seseorang di belakangku. 

"Hai! Jessy! Kemari!" Seruku. 

"Kenapa ada dia?" Sahut Bara di sebelahku. Aku tetap tidak bergeming, menatap Jessy yang perlahan mulai mendekat. 

"Hai, Bara." Sapanya pada kekasihku, aku menyenggol bahu Bara agar dia mau menjawab sapaan dari nya, "Ya!" Katanya, nggak tau apa yang ada dalam diriku saat ini, senang ketika mendengarnya acuh pada mantan kekasihnya sendiri, ya Jessy adalah mantan kekasih Bara, namun aku juga sedih bahwa akhirnya aku akan memberikan Bara padanya. 

"Kalian berdua mau bicara?" Tanyaku pada keduanya, "Aku akan tunggu disana." Lanjutku lagi, "Sayang! Maksudnya apa?" 

"Bara kayaknya kamu perlu ngobrol sama Jessy, masalah kalian belum terluruskan jadi aku mau kasih Jessy kesempatan untuk jelasin semuanya." 

"Aku nggak mau!" 

"Bara ... dari awal aku nggak pernah sekingkuh dari kamu, aku tetap sayang sama kamu Bara, tapi waktu itu aku memang di suruh ayah untuk pergi menjenguknya, gak ada maksud lain selain itu." Jelas Jessy. "Nggak ada maksud lain? Terus ciuman itu apa? Lo mau bilang kalo dia yang paksa? Jess! Dari sudut pandang manapun orang goblok juga pasti tau elo dengan suka rela cium dia, bangsat!" Cercanya Bara pada Jessy, aku hanya diam, menyaksikan keduanya dengan tatapan sendu, tak tau harus berbuat seperti apa. 

"Iya aku cium dia! Tapi dia yang minta Bara Ak–" Saat tangan manis itu mencoba untuk menyentuh nya, Bara menghentakkan tangannya kuat. 

"Udahlah Jess! Kita uda selesai, ga ada yang perlu kita bicarain lagi, aku udah punya Nara dan aku ga akan ninggalin dia." Ujarnya bangga. 

"Tapi aku yang ninggalin kamu, Bara." Jawabku lirih. 

"Sayang...?" 

"Bara, aku sayang sama kamu, makanya aku nggak mau kamu sendirian, aku sengaja panggil Jessy kesini untuk menemanimu bersenang-senang..." 

"Ap-apa maksudnya, Nara?" Bibirnya bergetar, mungkin tak percaya tentang apa yang telah aku ucapkan. 

"Bara, Leandro butuh aku." Lirihku cepat didampingi dengan setetes air yang turun perlahan dari mataku, aku melihatnya, ia juga mengeluarkan air mata yang sama denganku, mungkin ini bukan pilihan yang baik untuknya tapi aku nggak bisa tahan ini lebih lama. 

"Maksudnya apa Nara!" Bentaknya padaku, memegang kedua bahuku yang sudah bergetar tak karuan, "Bara, aku tau kamu bisa hidup tanpa aku, aku tau mungkin kamu akan hanya merasa sakit pada hatimu, tapi Bara, aku sudah tidak bisa menyakiti Leandro lebih dari ini ... Aku sudah memutuskan untuk tetap hidup dengan Lean, karna aku tau kamu bisa tetap bertahan," Tangisku tertahan, "Tanpaku..." 

"Nara! Nara! Nggak Nara ini nggak mungkin, Nara bilang ke aku kamu cuman becanda! Nara! aku gabisa hidup tanpa kamu Nara!" Dia merengkuh ku dalam dekapannya, aku tetap mencoba untuk teguh dalam pendirian ku, tidak ini sudah terlalu jauh, aku sudah tidak bisa lagi membuat dia sakit telalu dalam. 

"Lepas Bara..." Aku membiarkan Jessy untuk menarik Bara, tak mencoba untuk bereaksi apapun, Bara tetap menangis dalam pelukku hingga Jessy menariknya dan membuatnya mencoba menjauh dariku, aku tak bergeming, aku tetap diam, aku melihat Bara berontak di depan sana, tapi dengan sigap Jessy menahannya, memeluknya dan membawa Baraku menjauh, ahh lututku rasanya sangat lemas, aku sudah tidak bisa apa-apa, menangis di tepian rupanya sangat menyenangkan, akhirnya semua ini selesai akhirnya aku bisa menyalatkan kesayangan ku, Leandro.

~.~

"Hai, kesayanganku..." 

"Kamu, disini? Anna?" 

Komentar

Postingan Populer