Jangan, Nara

"Nara..." 

"Hai, Bara." Aku menatapnya, gadisku, gadis berponi dengan wajah imut itu sedang tersenyum manis di depanku, seolah tak ada masalah yang sedang melanda saat ini, aku tidak bisa mencari di mana letak kebohongan nya, semua terlihat sangat natural bahkan jika aku aku menatap nya dengan tatapan sendu pun, aku tetap tidak melihat tatapan empati itu. 

"Udah ... lama?" Tanyaku lirih. "Barusan aja aku disini, tadi sempat ngebujuk Lean dulu, ya kamu tau dia sangat manja, dia gama–" 

"Cukup!" Ahhh rasanya telingaku sangat panas mendengar nya bercerita tentang setan itu, aku tak menyukai gadisku yang seperti ini, "Jangan di lanjut lagi." 

Dia tersenyum, dia benar-benar tersenyum sekarang. Apa ini? Apa yang ada di otaknya sekarang? Apa ada yang lucu?

"Kenapa senyum?" Tanyaku cepat, "Emang aku gaboleh senyum sekarang?" Jawabnya tanpa melunturkan senyum itu. "Setelah membuatku seperti sampah yang dibuang, apa sekarang kamu pikir ... kamu masih pantas untuk tersenyum, Nara?" Sarkas ku padanya, dan Gotcha! Aku berhasil membuatnya berhenti tersenyum. 

Nara terdiam sebentar, menatapku lekat, aku tak tau apa yang dicarinya di wajahku, tapi sepertinya dia memang sedang mencari sesuatu, "Kamu udah makan?" Ah pertanyaan macam apa itu? Apa dia pikir aku akan bisa makan kalo dia udah buang aku dengan cara yang tak terduga. 

"Belum," Jawabku, ia masih menatapku dan, dia kembali bersuara. "Wajahmu terlihat aneh, apa kamu ga tidur semalam?" 

"Apa kamu pikir setelah kamu pergi, aku bisa berfikir untuk sekedar makan dan tidur, Nara?" 

Dia terkekeh sadis, tawa nya yang indah kini berganti sangat menegangkan, "Ah, ayolah Bara, jangan bercanda, aku tau kamu sudah cukup bersenang-senang disana." Aku menautkan alisku tak tau harus bereaksi seperti apa, kemudian dia mengeluarkan handphone nya dan menunjukkan sebuah foto di depan ku, ya foto itu adalah foto ku, foto dimana aku sedang tertidur di paha Jessy, dengan memeluk perutnya erat. "Well, Bara, aku nggak nyangka kamu bisa secepat itu bersenang-senang di belakang ku." Gadisku salah paham, dia tersenyum, aku yakin sudah ada yang menghasut nya, mungkin si setan itu. 

"Nara, itu nggak seperti yang kamu bayangkan, aku dan Jess–" 

"Cukuuupp, cukupp ya Bara, aku tau semuanya, aku ingin bertemu denganmu hanya untuk menjelaskan alasan di balik aku lebih memilih Leandro ketimbang kamu, untuk masalah kamu berbuat apapun dengan Jessy, itu sudah bukan urusanku." 

"Apa, semudah itu Nara? Apa semudah itu kamu melepaskan aku?" Mataku memanas memandang nya tetap tenang tanpa reaksi apapun membuat hatiku cukup berdenyut nyeri. 

"Bara dengar aku baik-baik, aku nggak akan ulang ini dua kali. Aku memilih Leandro karna aku tau bahwa kamu masih memiliki dunia sendiri untuk sekedar bersenang-senang, aku tau tanpa aku kamu masih bisa menikmati hidup mu, aku tau mungkin kamu akan merasa sakit, Bara. Tapi juga itu nggak akan lama, kamu masih punya banyak teman, saudara, dan keluarga, sedangkan Lean ... Lean hanya memiliki ku Bara, aku mungkin bisa egois untuk meninggalkan nya dan berlari bersama mu, tapi nyatanya rasa iba ku jauh lebih besar dari pada keegoisanku." 

"Tapi nggak gin–" 

"Dengar aku Bara! Maaf, aku sudah nggak bisa mempertahankan mu lagi. Lagi pula kalau kita tetap memaksakan ini, kamu nggak akan pernah bisa jamin kalo aku bakal ngerasa ga nyesel atas kepergian Leandro." 

"Nara, kalau untuk sekedar menemaninya mungkin aku akan memberimu waktu, tapi kenapa kamu lebih memilih untuk meninggalkan aku Nara?" Ucapku pasrah. Mencoba menggapai tangan mungil itu, namun sayangnya sebelum tanganku sampai, dia sudah menariknya. 

"Aku nggak mau berada di antara kalian, aku udah nggak bisa boongin Lean lagi Bara, sudah terlalu cukup aku menyakiti nya, sekarang biarkan aku mencoba untuk berbagahagia dengannya ... kamu juga Bara, coba lah untuk berbahagia dengan Jessy, aku sudah tidak akan mengganggu mu lagi, Bara. Setelah kemoterapi Leandro bulan depan selesai, aku akan pergi bersama Leandro, aku juga tidak akan pernah kembali lagi kesini. Jadi aku mohon, berbahagia lah ... dan sepertinya aku harus kembali, Leandro sudah mengirimiku pesan, dia juga mungkin sudah merengek kepada perawat karna aku tak kunjung sampai, perlu kamu tau dia sekarang sangat manja." Ucapnya sembari tersenyum, membeberkan betapa beruntungnya ia memiliki kekasih penyakitan seperti setan itu, "Aku pergi, Bara. Semoga bahagia." Ucapnya menepuk pundakku. 

Air mataku sudah tumpah sekarang, lututku bergetar, sangat lemas hingga aku sudah terjatuh sekarang, sudah tak tau malu lagi, tak peduli banyak orang yang melihat ku, aku sudah kalah sekarang, duniaku benar-benar hancur, apa ini akhirnya? Membiarkan seseorang yang sangat aku cintai pergi dengan bahagianya, mendengar nya membanggakan seseorang yang sangat aku benci, membuatku muak, ingin sekali aku menghajar wajah setan itu. 

Aku berdiri mencoba menatap kepergian Nara, ah Naraku, aku nggak akan pernah tinggal diam, sudah cukup aku menderita, sudah cukup aku yang selalu ditinggalkan, sekarang tidak lagi, tunggu aku Nara, aku akan berjuang sekarang, tak akan aku biarkan setan itu memiliki mu, kalau kamu tak bisa menjadi punyaku, maka setan itu pun tak akan pernah bisa memiliki mu. 

~.~

"Ngapain lo kesini?" 

"Kenapa? Lo gak seneng gue jengukin?" 

"Ah gue tau, lo mau kasih gue ucapan selamat kan atas kemenangan gue. Yailah Bar! Gausah sungkan kali Haha." Tawa sumbang itu benar-benar ga enak ternyata. Liat dia kepedean sekali yek eww, kalo kata Nara sih najong! 

"Cuman karna Nara sekarang sama lo ... itu yang bisa bikin lo yakin kalo lo yang menang?" Sekarang kedua wajah lembut itu kembali garang, rahangnya mengeras, matanya menyiratkan bahwa sebentar lagi akan ada peperangan diantara keduanya. 

"Mau lo apa Lean?" Tanya Bara kembali sendu. 

"Gue cuman mau Nara." 

"Jangan, Nara! Bisa?" 

"Bara lo tau gue udah suka dia dari smp, terus kenapa lo mau rebut dia dari gue Bar?" Ucap Leandro menggebu sepertinya kesabaran nya sudah runtuh sekarang. "Gue butuh Nara Bar ... kenapa lo ga bisa ngertiin gue!" 

"Jangan Nara, Lean! GUE BISA KASIH APAPUN YANG LO MAU! KALO PERLU JANTUNG GUE BUAT LO! Tapi gue mohon ... jangan Nara," Sekarang atmosfer di dalam ruangan ini benar-benar panas, mereka sudah benar-benar kehilangan kendali, "Kalo lo mau ambil Nara, berarti lo juga ambil nyawa gue, Bara." Ucap Lean remeh. 

Bara hanya terdiam sekarang, matanya sudah memanas, tangannya sudah mengepal kuat, tak tau kenapa ia bisa dengan nekat untuk menghampiri Leandro disini. Tak ada Nara, tak ada siapapun yang mendampingi mereka, Leandro tetap terduduk di atas brangkar nya, dengan Bara yang sudah berdiri tegap di depannya. "Kalo lo mau sama Nara, seenggaknya lo harus bunuh gue, Leandro." Desis Bara tajam, tidak Bara tidak akan mengalah kali ini. "Mungkin gue bodoh karna gak bisa untuk terima semua ini, tapi kalo itu berhubungan dengan Nara, mau bertingkah gila pun gue sanggup, Lean!" 

"Kenapa lo gabisa biarin Nara sama gue, Bara?" 

"Karna lo gak pantes buat Nara!" 

"Jadi menurut lo, lo pantes buat Nara?" Kali ini sepertinya Leandro memang cukup tenang, menjawab setiap perkataan Bara dengan wajah menakutkan itu benar-benar gak bikin Lean terintimidasi. "Nara udah pilih gue, dan lo! Kalah!" Ejeknya dengan tertawa mengikuti tawa Bara. Yang di tertawakan hanya menatap Lean sinis, sudah tak mampu menahan emosi, Bara maju untuk mencekik leher Lean, wajah dengan selang infus yang tertancap di hidung itu sedikit terjungkal kebelakang, mendapat serangan dadakan seperti itu membuatnya benar-benar kaget. 

"Bar ... ra Lo gila!" Ucap Lean tertatih karna tenggorokan nya tak bisa untuk mengeluarkan suara dengan lantang, jangan kan bersuara bernafas saja sangat sesak. 

"Mati Lean! Mati!" Itu yang di ucapkan oleh Bara sejak pertama kali dia berhasil untuk mencekik leher Lean. 

"Bar... ra Lep– Akhh." 

Suara apa ini? Suara nyaring, suara yang benar-benar asing di telinga Bara, sedikit Bara mencari dimana asal suara itu, hingga menemukan sebuah box dengan tanda garis disana, lalu kembali Bara melihat Leandro, "Le-lean?" Paniknya. 

"LEANDRO!" Teriak seseorang dari belakang, ah ternyata gadisnya, tapi tunggu, kenapa Nara nangis, apa yang terjadi.

"Dokter! Dokter! Hikss to- tolongin Lean!" 

"LO JAHAT BARA! GUE BENCI SAMA LO!" 

"Nggak! Nara nggak Nara!" 

~.~

"Lean mati, Bara!" 


Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer