Silly Con, cp 4


"Mulai besok gausah cari masalah sama gw kalo lo gamau kedua tangan lo patah! Hari ini mungkin gw cuman selesai sampe sini, tapi gatau kalo besok. So you bitch! Jangan coba-coba usik gw dan temen-temen gw, oh ya! termasuk! My Prince. Handy Raihan!" Tekannya saat mengatakan nama Handy. dan juga menekan-nekan tangan Dini yang tadi terluka oleh Daisy. Membuat Dini meringis kesakitan. 
"That's my girl." Guman Handy pelan, ia sudah sedari tadi disini bersama dengan Daus dan juga Lyona menyaksikan pertempuran telak yang telah lama mereka ingin lihat. Lyona yang mendengar itu tersenyum dan menoleh kepada Handy. 

"Aku yang ajarin." Jawab Lyona bangga kepada Handy. 

"Gilaaa, udah gede dia ternyata." Jawab Daus dengan memasukkan tangannya ke saku celananya. 

~.~.~.~.~.~

Setelah kejadian itu Lyona dan teman-teman pergi ke kantin membeli sesuatu untuk dimakan lalu pergi ke markas. 

"Kalo aku dilaporin di bk gimana? Kalo tangan dia patah juga gimana? Ahhh Day takutt." Rengek Daisy pada Handy. 

"Hey, itu cuman bk bukan polisi apa yang kamu takutin," jelas Handy padanya, "Lagian juga kamu dulu pernah matahin kaki orang, kamu lupa?" Goda Handy pada Daisy. 

"Ya itu kan dia duluan yang mulai, dia yang bikin Mbaly jatoh yauda Day serang!" Tegas Daisy pada Handy.

Lyona yang mendengar itu hanya tertawa samar, memandang Daisy yang merengek-rengek pada Handy, seolah dia lupa bahwa baru saja dia sudah mematahkan tangan seseorang.

–Oh tidak dia tidak lupa–Batin Lyona.

"Firus kemana?" Tanya Lyona bingung, karna sedari tadi adik sepupunya itu tidak terlihat kembali, setelah dia keluar dan berkata ingin ke kamar mandi.

(FYI : Firus itu panggilan Lyona ke Firdaus, tadinya dia manggil Dayus tapi lama-kelamaan Daus juga menjadi sebuah Firus bagi Lyona yang selalu mengganggu Daisy dan itu sangat membuat Lyona risih karna setelah Daus mengganggu nya pasti Daisy akan merengek-rengek pada Lyona dan Handy, maka dari itu Lyona manggil dia Firus. Kalo kali ini ada alasan sebelumnya Lyona mah bodo amat) 

"Yauda kita turun, bentar lagi bell." Ajak Lyona pada Daisy dan Handy. 

"Yuk!" Jawab keduanya. 

Mereka pun turun dari markas dan segera kembali ke kelas masing-masing, Lyona dan Daisy tidak melihat adanya Dini dan juga Lutfi. Itu membuat Lyona sudah menebak bahwa sekarang keduanya sudah berada di ruang bk atau ruang kepala sekolah. Mengetahui bahwa Dini adalah anak dari wakil kepala sekolah, membuat Lyona yakin bahwa dia memang mengadu pada ayah tercintanya.

Sedari tadi Daisy sedang asik menonton drakornya di samping Lyona dengan tab dan earphone sebagai pelengkap. Lyona juga sedang sibuk dengan ponselnya. Entah sedang apa namun dia terlihat sangat serius. Saat ini juga jamkos jadi semua siswa bebas melakukan apapun asal tidak ramai dan keluar masuk kelas. 

~.~.~.~.~.~


(Handy phone)

Prasangka mereka benar, setelah beberapa menit Handy memberi chat ke Lyona, tiba-tiba ada panggilan terdengar dari spiker yang ada di setiap kelas. "Dimohon perhatian sebentar. Panggilan untuk Daisy Danila siswi dari kelas 11 Ipa 2 dimohon untuk datang ke ruang bk secepatnya. Sekali lagi. Panggilan untuk Daisy Danila siswi dari kelas 11 Ipa 2 dimohon untuk datang ke ruang bk secepatnya."

"Yongdy..." Panggil Lyona lirih pada Daisy yang sibuk dengan drakornya dan tidak mendengar panggilan itu.

"Ya Lyo? Kenapa?" Tanya Daisy bingung dengan menekan tombol pause yang ada di tab-nya. 

"Kita di panggil ke ruang bk." Jawab Lyona dengan menatap mata Daisy yang mulai nanar. 

Lyona tau Daisy ketakutan, dia tidak biasa dengan hal-hal seperti ini, Lyona juga tau Daisy trauma pada masa lalunya namun setelah dipikir-pikir Lyona yang telah membuat dia ketakutan, Lyona yang telah membiarkan Daisy melawan musuhnya saat itu, hingga Daisy di keluarkan dari sekolah karna hal itu. 

Lyona memegang tangan Daisy kuat. Lalu berdiri dan menatap Daisy dengan tatapan yakin seolah memberi isyarat bahwa, 'everything gonna be okay' mereka pun turun dan menuju ruang bk dengan bergandengan tangan. Sebelum sampai di ruang bk Lyona dan Daisy bertemu Handy yang tak kalah pucat dengan Daisy saat ini, Handy menatap Daisy dengan tatapan seolah akan terjadi hal buruk pada princess nya.

–Oh Gosh ayolah jangan mulai drama lagi–Batin Lyona. 

Handy menghampiri mereka dan sudah berdiri tepat di hadapan Daisy yang sudah berkaca-kaca, Lyona melepas genggaman Daisy lalu melipat kedua tangannya di atas perut dan mulai memandangi dua sejoli itu dengan jengah. 

"Gapapa, semuanya bakal baik-baik aja, okay." Jelas Handy pada Daisy, yang hanya dijawab dengan anggukan oleh Daisy.

Handy menghapus air mata Daisy yang entah sejak kapan turunnya dan memberi jalan untuk Daisy berjalan. 

"Tolong Ly." Pinta Handy lirih. 

"Dia aman." Dua kata yang membuat Handy sedikit tenang dan lega. 

~.~.~.~.~.~

Sampainya mereka di ruang bk, sudah ada wakil kepala sekolah yang duduk di kursi depan guru bk dengan Dini dan Lutfi yang duduk di sofa samping mereka. Wajah wakil kepala sekolah tampak begitu merah, dia berjenggot tidak banyak dan juga kumisan. Dia menatap Daisy dan Lyona bergantian. Seolah dia tau mangsanya telah tiba. 

"Lyona, kenapa kamu iku–" 

"Daisy masuk saya juga masuk." Jawab singkat Lyona menatap Bu Risa datar dan dingin. Bu Risa yang mendapat tatapan menakutkan itu hanya menelan ludah kasar lalu membiarkan Lyona juga ikut masuk ke dalam ruangan. 

"Jadi siapa yang salah disini." 

"Dia lah Bu, Ibu galiat tangan saya patah kayak gini, kalo Ibu ga percaya sama saya Ibu tanya aja ke temen-temen dikelas." Dini menggebu. 

"Iya Bu, saya liat sendiri kalo Daisy yang udah bikin tangan Dini patan, ga cuman saya kok temen-temen yang lain juga liat." Lutfi pun membela.

–Patan-patan palalo, gabisa ngomong aja sok sokan–Batin Daisy.

"Kamu itu gatau aturan. Pindahan dari sekolah mana kamu? Pasti disekolah yang dulu gapernah diajari tata krama ya? Modelan kayak anak jalanan gini? Pasti kamu juga ga diusrus sama orang tua kamu! Oh iya saya lupa pantes aja kamu ga diurus palingan juga kamu udah diusir dari rumah makanya sekarang tinggal dijalanan gatau aturan kayak gini. Urakan!" Cecar wakil kepsek bertubi-tubi pada Daisy. 

Kini gadis itu sudah tidak gemetar seperti sebelum dia masuk ke ruangan pengap ini, Daisy merasa bahwa yang telah dilakukannya bukan sebuah kesalahan tapi memang keharusan. Ya walaupun itu sedikit berlebihan tapi HEY! Seharusnya mereka berterima kasih pada Daisy karna dia yang sudah turun tangan untuk menghajar gadis centil itu, kalau dia tidak maju tidak akan ada yang tau gadis ini akan masih bernafas atau tidak, karna kalau Lyona yang membabi buta maka dunia akan hancur seketika. 

"Ekhhm." Deheman itu menyadarkan mereka dan berbalik menatap ke seseorang yang berada di depan pintu. 

"P-pak direktur?" Tanya wakil kepsek itu terbata. 

"B-bapak kemari... Apa untuk bertemu kepala sekolah?" Tanya Bu Risa. 

"Saya datang ingin bertemu anda." 

"M-mari duduk Pak." Ajak wakil kepsek itu dan menunjuk ke arah kursi yang di dudukinya tadi, dan dia berpindah duduk di sebelah seseorang yang dikenal sebagai direktur itu. 

Keheningan tercipta beberapa menit setelah keterduduk nya mereka, dan setelahnya ada seseorang yang membubarkan keheningan itu. 

"Ayah ngapain kesini?" 

"Seperti yang Ayah bilang, Ayah kesini untuk bertemu dengan Bu Risa. Karna Ayah dapat laporan kalau ada yang berani mengganggu anak-anak Ayah." Katanya sambil tersenyum evil kepada wakil kepsek tua bangka itu. Yang diberi senyum hanya tersenyum kikuk dan bingung. 

"J-jadi Bapak ... Ayahnya..." 

"Iya saya orang tua Lyona dan Daisy." Jawabnya tegas menghadap ke arah Bu Risa. 

"Kenapa kalian hanya memanggil orang tua secara sepihak saja? Kalian pikir anak-anak saya tidak punya orang tua?" Tanyanya dengan nada yang mengisyaratkan bahwa ia sedang marah. 

"B-bukan Pak, kami baru saja akan menyuruh Daisy untuk memanggil orang tuanya." Jawab Bu Risa berbohong. 

–Najis! kalo Ayah ga dateng ga akan lo nyuruh gw–Batin Daisy.

"Setelah kalian selesai memaki-maki anak saya?" Sekaknya dan menatap wakil kepsek itu. 

"B-buk–" 

"Bapak itu dipekerjakan disini bukan untuk membela anak! Kalau saya tau kinerja Bapak hanya untuk menyalah gunakan kekuasaan mending mulai hari ini Bapak cari kerjaan lain saja." 

–Mamam tuh kerjaan baru–Batin Lyona.

"Maaf Pak saya tidak bermaksud untuk membela anak saya, tapi seperti yang Bapak lihat, disini anak saya yang terluka karna ulah anak Bapak. Saya tidak bermaksud membela namun memang begitu adanya." 

"Kalau anak saya tidak terluka bukan berarti dia salah!" Jawab Yudi dengan nada mengintimidasi. "Kenapa Bapak nggak tanya ke anak Bapak, kenapa bisa Daisy memukulnya sampai membuat tangannya patah? Kenapa bapak tidak bertanya apa yang dia lakukan sampai-sampai anak saya harus memberi anak Bapak sebuah tanda kekalahan?" 

Beberapa detik wakil kepsek hanya diam dan kini Bu Risa membuka suara. 

"Dini, kenapa kamu bisa dipukul sama Daisy?" Tanya Bu Risa halus. 

"Saya tadi cuman ngajak Lyona buat gabung jadi kelompok saya Bu, tapi Daisy marah karna dia ga diajak." Sanggahnya. 

–Lo berani main-main sama gw ternyata–Batin Daisy. 

–Oke juga nyali lo–Batin Lyona dengan senyum tanpa arti itu. 

"Liat kan Pak?" Tanya wakil kepsek tersenyum menang. 

"Daisy?" Tanya Yudi padanya. 

"Aku ga salah dan aku gamau jelasin," Jawabnya dengan nada dingin. Lalu dia menyodorkan sebuah alat perekam yang sedari tadi ia gunakan untuk merekam suara dari Dini dan Lyona saat beradu mulut. "Tapi mungkin ini bisa bantu kalian buat nentuin siapa yang salah dan siapa yang benar." 

Daisy memang sudah dilatih oleh Lyona untuk menggunakan otak bukan mulut, mereka adalah mata-mata paling disegani di Dunia, bukan hanya itu bahkan belum pernah ada yang mengetahui identitasnya, sampai sekarang belum ada yang mengerti jelas Lyona dan kawan-kawan berumur dan berjenis kelamin apa. Mereka juga sudah terlindungi oleh Presiden karna tugas yang mereka emban bukan hanya tugas biasa namun juga tugas Negara. Alat-alat yang mereka gunakan juga alat-alat profesional dan jarang diketahui oleh orang-orang biasa. 

Flashback On (Record Voice)

"Lyona.." 

"Iya?"

"Nanti tugas kelompok sama aku ya?"

"Berapa orang?"

"5!" 

"Siapa aja?" 

"Aku, Lyona, Dini, Bagas, dan Verel."

"Without Daisy?" 

"Kamu mau ajak Daisy? ta-pi udah full." 

"Sorry, aku gamau satu kelompok sama ... PE.. CUN.. DANG!" 

"Maksud kamu apa?" 

"Budek? I said you are that bitch." 

"Lyo.." 

"Hhmm."  

"Laper.." 

"Oke kita ke kantin." 

"Mau kemana kalian. DASAR LONTE!" 

"Jangan.. Day.. Day takut." 

"SEKALI LONTE YA LONTE AJA! GW YAKIN HANDY MAU SAMA LO KARNA LO UDAH KASIH BADAN LO YANG MENJIJIKAN ITU KE DIA, YAKAN?" 

"Kenapa lo liat gw kayak gitu? Gw salah? Atau lo kaget kalo gw tau fakta itu? Ha? Gw tau Day lo itu pelacur, tapi lo mikir dong, orang kayak lo itu gapantes jadi pelacur!" 

"Iya gw emng ga pantes jadi pelacur, dan yang pantes cuman elo kan?" 

"Bangsat! Jaga omonganlo." 

"Loh kok marah? Kenapa? Kaget ya gw udah tau semuanya?"

"Aww sakit tolol! Lepasin gw!" 

"DAY!" 

"Stop Lutfi, Jangan coba-coba sentuh mereka, kecuali emng lo mau mati?" 

"Ngapain lo liat gw bangsat! Day lepasin. Sakit!"

"Aww!" 

"Well, Dini.. Dini Adiguna? Hhmm, menarik, namanya bagus! Tapi sayang ... Anak. Pungut."

"Lo ngomong apa? Jaga omongan lo anjing!" 

"Ohho! Belom dikasih tau ya? Upss maaf.. Day gatau kalo kamu belom dikasih tau! Ih ini mulut Day nakal!" 

"Ck! ck! ck! Kasian."

"Mulai besok gausah cari masalah sama gw kalo lo gamau kedua tangan lo patah! Hari ini mungkin gw cuman selesai sampe sini, tapi gatau kalo besok. So you bitch! Jangan coba-coba usik gw dan temen-temen gw, oh ya! termasuk! My Prince. Handy Raihan!" 

Flashback Off

Setelah rekaman itu terhenti, semua yang ada di sana tetap terdiam, tidak ada yang bereaksi kecuali Lutfi dan Dini yang mulai getir dan khawatir tentang nasibnya kedepan. 

"Jadi bagaimana?" Tanya Yudi menatap wakil kepsek remeh. 

"Dini kenapa kamu bohong ke Ibu?" Tanya Bu Risa dengan nada membentak. 

"Bu aku ga boong, disitu jelas Ibu denger kalo Lyona yang cari gara-gara, Lyona yang sebut kita pecundang." Elaknya membuat Lyona tersenyum sinis dan arogan.

"Benar saya juga dengar itu, jadi jelaskan Lyona kenapa kamu memanggil anak saya pecundang?" Bela sang Bapak. 

"Oh ayolah jangan gitu Pak, semua yang disini tau gimana sikap Dini dkk kepada murid lain? Pembulian? Manipulatif? Bolos? Dateng telat? Urakan? Tidak tau sopan san–" 

"Dkk apa mbaly?" Tanya Daisy polos dengan nada membisik, membuat Lyona menghentikan ucapannya.

–Oh ayolah Tuhan, jangan jadiin dia bangsat di waktu yang salah–Batin Lyona miris tanpa menjawab Daisy. 

"Dan lagi juga dia bukan anak Bap–" Lanjut Lyona lagi.

"Cukup! Tau apa kamu soal anak saya?" 

"Ohho, saya tau betul anak seperti apa anak Bapak." Ucap Lyona remeh dengan melipat kedua tangannya dia atas perut. 

"Jangan tatap anak saya dengan mata kotor itu, DONI ADIGUNA!" Sentak Aguswara pada Doni yang mulai berani berkata dengan nada tinggi kepada putrinya. 

Lyona dan Daisy seketika getir mendapati bahwa sekarang bukan lagi Yudi yang ada di sana tapi Aguswara. 

"Mbaly..." Cicit Daisy takut kalau Ayahnya itu membabi buta. 

Lyona hanya mengangguk seolah memberi isyarat 'gapapa' pada Daisy yang sudah bergemetar. 

"Saya sudah peringatkan untuk tidak ada yang boleh menyentuh anak-anak saya!" Ucap Aguswara dingin, tajam dan menohok. Tatapan matanya tak lekat dari mata wakil kepsek yang mulai gemetar pula. 

"Ayah." Lirih Lyona yang hanya ditatap oleh Aguswara seolah sadar Yudi langsung mengambil alih tubuhnya dan menetralkan emosinya. 

Kini aura gelap yang tadi memenuhi ruangan itu pun seketika lenyap dengan keterduduknya Yudi di kursi itu. 

Lyona kembali menatap Doni, "Jangan pikir saya nggak tau kalau selama ini Bapak selalu menggunakan kekuasaan Bapak untuk menyelamatkan dia." Ucapnya dingin membuat Doni keringat dingin. "Jangan lupakan juga dengan korupsi sekolah dan penggelapan dana yang katanya untuk amal malah lenyap entah kemana, yang tak lain dan tak bukan masuk kedalam rekening atas nama DONI ... ADIGUNA." 

"Ap-apa maksud kamu?"

"Ya! Dini Adiguna adalah salah satu dari keluarga Collins, Bapak menculiknya dari keluarganya waktu Dini berusia 5 bulan, yang saat itu juga gencar-gencarnya saimbara siapa yang bisa menaklukkan keluarga Collins maka dia akan mendapatkan semua harta dan juga aset-aset Collins. Keluarga Collins sudah hampir gila dengan berbagai musuh yang terus menyerang mereka di tambah dengan hilangnya putri kecil mereka, Amaira Difana Collins." Ucapan nya terhenti.

"Gausah ngelantur kalo ngomong!" Sentak Dini yang mulai berkaca-kaca. 

"Dia," Lyona menatap Dini dan Doni bergantian. "Amaira Difana Collins." 

Deg! Bak disambar petir Dini meneteskan air matanya. 

"Nggak Sayang dia bohong kalo Papa culik kamu ga mungkin Papa rawat kamu. Yakan percaya sama Papa!" Ucapnya dengan penuh keyakinan. Dini masih bingung harus percaya dengan siapa. 

"Jelas kamu merawatnya, karna dia adalah satu-satunya pemegang aset Collins, tanpa tanda tangannya kamu nggak akan dapet akses untuk milikin itu. Tanda tangan Amaira hanya boleh di ambil waktu Amaira berumur 17 tahun yang artinya, bulan depan setelah tanggal kelahiran Amaira dia akan menandatangani berkas pemindahan aset yang akan kamu curi." Jelas Lyona dengan tatapan remeh. 

"Pa...?" Lirih Dini memandang Papa nya tak percaya. 

"Trust me Amaira." Ucap Lyona. 

"Tap-tapi ... Aku bingung." 

"Kamu bisa ikut Ayahku ke kantornya untuk bertemu pengacara Ayah yang juga adalah pengacara keluarga besar Collins, disana kamu bakal dapet informasi lebih jelas tentang siapa kamu dan siapa BEDEBAH sialan ini." 

"Nggak Dini nggak kamu gaboleh percaya sama mereka." Teriak Doni frustasi lalu menggeret Dini dan merangkul kepalanya seraya menodong pisau pada leher Dini. Hal itu membuat semua orang yang ada disana terkejut kecuali Lyona. 

"Dini!" Teriak Lutfi dan Bu Risa bersamaan. 

"Mbalyy..." Cicit Daisy yang sudah berada di balik punggung Lyona. 

"Hustt! Aku ga akan biarin siapapun bahagia setelah dia berani ngehina kamu." Bisik Lyona ke arah Daisy. 

Memang Daisy adalah Yatim Piatu, dia juga sudah diangkat anak oleh Ayah Lyona. tapi Ayah Lyona tidak mengubah nama marga atau menambahkan namanya di belakang nama Daisy itu semua ada alasan tertentu, bagaimana pun hanya Daisy yang tersisa di keluarga Danila, dan keluarga Danila adalah salah satu keluarga yang sangat dekat dengan keluarga Aguswara dari jaman Kakek dan Ayah Lyona mereka memang sudah bersahabat baik. Keluarga Danila mempunyai aset yang lumayan banyak, oleh sebab itu hanya Daisy yang boleh mengelola itu, sementara ini Perusahaan Danila memang diurus oleh William, karna hanya dia kerabat Danila yang juga adalah anak buah kepercayaan dari Yudi Aguswara. 

Ayah dan Ibu Daisy sudah menyerahkan nyawanya untuk menyelamatkan Lyona dan juga Ibu Lyona. dan oleh karena itu Yudi mempunyai banyak tanggung jawab untuk menjaga Daisy sama seperti yang dilakukan Ayah dan Ibunya untuk menyelamatkan Lyona dari peristiwa kelam 3 bulan lalu. 

Kembali ke Dini yang saat ini masih berada di pelukan Papa tercintanya dengan sebuah pisau lipat yang berada tepat di depan lehernya. Malang sekali gadis itu, bahkan luka yang Daisy beri saja belum sembuh sudah di tampar lagi oleh Lyona dengan kenyataan yang tidak mengenakkan. 

'Hey! Aku hanya kasih tau dia kebenaran, ga ada niat buat nyakitin dia, sekalipun ada ga akan gini caranya, toh lagian dia juga bakal seneng abis ini jadi orang kaya kan?' Bantah Lyona ke author :D 

'Ya yaa whatever yang gw tau sekarang Dini lagi kasian jadi gw ya kasian aja.' Author berucap. 

'Lagian elo anjg yang bikin cerita, jan jadi bgst lo!' Dini tak terima.

'Bacot lo, masih mending gw masukin lo kesini.' Author lagi. 

'Hehe iyadeh sori.' 

'Sori sori, sosor taek meri! Dah dulu gess lanjut besok jadi ga mood gw bye!' Salam author dengan muka jutek tapi ga jutek jutek amat. 

~.~.~.~.~.~






Komentar

Postingan Populer