Silly Con, cp 3


"Lyona, kenalin aku Bagas." Dia menyodorkan tangannya maju dan mencoba untuk menjabat tangan Lyona. 

Belum sempat Lyona menjabat tangan Bagas sudah berdiri 2 bodyguard Lyona dan Daisy yup Daus dan juga Handy. 

"Gw Firdaus. lo bisa panggil Daus." Sambil menjabat cepat tangan Bagas. 

"O-oh gw Bagas." Jawab Bagas canggung. 

Lyona yang melihat interaksi mereka berdua hanya diam dan sedikit tersenyum sombong, mengetahui betapa bodohnya dia sampai membiarkan laki-laki yang berada di sini berani untuk menyentuhnya. Pasalnya memang Lyona sangat baik, namun tidak dengan sekarang. Lyona belum tertarik untuk mengenal salah satu dari mereka, ia datang ke sekolah hanya ingin menyelesaikan tugasnya. 

"Ih ganteng banget!" 

"Sumpah anak baru ya?" 

"Ih serius." 

Celoteh gadis-gadis itu saat mengetahui Handy yang masuk bersama dengan Daus, Daisy memutar bola matanya jengah, dia tak suka Prince-nya di kagumi walaupun dia tau kalau Handy memang pantas dikagumi karna ketampanannya, tapi tetap Daisy tidak suka. 

"Dysy." 

Dia menoleh ke arah belakang dan melihat Handy yang masuk dari pintu belakang, dia menyadari Daus disini namun dia buta karna pandangannya tertutup oleh jeritan gadis-gadis nakal yang sedang merutuki dan mencoba menggoda Prince-nya. 

"Yongdy, ayo kantin." Ucap Lyona yang menyadari bahwa Daisy sudah mulai ingin meledak matanya sudah hampir ingin keluar dan sebelum perang dimulai Lyona harus mengambil keputusan cepat. 

Belum sempat mereka berempat keluar dari pintu, tiba-tiba seorang gadis berpenampilan cukup 'WAH' menurut Lyona datang menghampiri Handy dan dengan cepat menjauhkan Daisy yang membuat Daisy tergeser hingga menyenggol Daus. "Halo, aku Dini. Makasih tadi udah nolongin aku, hhmm nih aku beliin minum buat kamu." 

Lyona menatapnya lekat, Handy tidak bereaksi dia hanya menatap gadis yang sudah dengan sengaja menjauhkan Daisy dari rangkulannya, dia menatap Daisy lalu berbalik menatap gadis itu dengan senyum yang sangat menjijikan, ya bukan senyum apa-apa itu adalah senyum kejahatan milik Handy. Dia akan mengeluarkan senyum itu ketika dirinya sedang di goda, di tipu, di khianati, di sakiti, bahkan yang terparah dia akan menunjukkan senyum itu kepada para semua lelaki yang ingin merebut Daisy-nya. 

"Well, terimakasih.. Dini? Right? Or.. Chili?" Itu adalah jawaban tajam Lyona yang sudah mengambil botol yang disodorkan gadis itu ke Handy. 

"Oh c'mon, hentikan senyumanmu boy." Lanjut Lyona yang sudah menoel dagu Handy, membuat Handy yang sadar tiba-tiba menatap gadis itu dengan dingin dan angkuh. 

Lyona menarik lengan Daisy, kini dia mensejajarkan posisi Daisy dan Dini, lalu menatap mereka berdua dari atas ke bawah. 

"Mbaly?" Tanya Daus heran dengan kakak sepupunya itu.

(FYI : Mbak itu kakak perempuan dalam bahasa jawa ya ges. Tapi aku nulisnya Mba biar ga medok banget pake Mbak. Terus Ly itu huruf depan dari nama Lyona.) 

"Choose!" Perintah Lyona dan menatap Handy dengan tatapan memerintah. 

Ya benar saja tanpa diperintah pun Handy akan tetap memilih gadisnya, yang imut dan sempurna dimata Handy, tanpa aba-aba pun Handy langsung menarik tangan Daisy lalu memeluknya kuat. 

"Good choice." Jawab Lyona tersenyum puas. Kini Lyona menepuk-nepuk tangan dan sedikit tertawa mengejek dengan menunjuk-nunjuk Dini. 

"See?" Lyona kembali menatap Dini dari atas kebawah, membuat Dini juga ikut menatap dirininya sendiri dari atas kebawah. 

"Handy untuk Daisy, Daisy untuk Handy." Ucap Lyona lantang namun dengan suara imutnya, lalu ia maju mencoba untuk membisik di telinga Dini. "Jangan coba-coba ganggu mereka, kalau kamu gamau aku jadi kasar." Lanjutnya penuh ancama yang membuat Dini tiba-tiba bergidik ngeri. 

"Go!" Ucap Lyona tanpa menoleh kebelakang dan pergi meninggalkan kelas. Semua orang yang ada di sana bingung dan membisu, sepertinya mereka tidak pernah menghadapi ketegangan yang mencekam seperti ini. Itu membuat mereka semua tiba-tiba takut pada Lyona dan teman-temannya. 

Sebelum meninggalkan kelas Handy dan Daisy berhenti didepan Dini dengan tangan Handy yang masih setia merangkul pundak milik Daisy yang tingginya hanya sejajar dengan bibir Handy. Ia mengambil uang saku yang ada di sakunya dan mengambil 50rb lalu memberikan pada Dini. 

"Gw gamau ada hutang, ambil kayaknya itu cukup buat lo." Lalu tersenyum remeh pada Dini. 

"Ayo." Ajak Daisy dengan wajah imutnya tanpa mau melihat wajah Dini. 

Mereka berempat sudah ada di kantin dan duduk di salah satu meja kosong disana. Semua mata melihat kearah mereka. Lyona yang sibuk meminum jus jambu yang tadi diambil dari tangan Dini pun merasa sedikit risih karena dia dipandang dengan tatapan lapar oleh semua orang. 

Brak. botol itu sampai di meja dengan hentakan keras. Membuat yang ada di lingkaran meja itu merasa kaget. 

"Kenapa Mbaly?" Tanya Daus panik. 

"Aku ga suka di liat!" Jawab Lyona memelas menatap Daus dengan penuh permohonan. 

Daus yang mengertipun langsung berdiri dan secepat kilat membeli minuman untuk mereka ber-empat yang dibantu oleh Handy. 

"Ayo." Ajak Daus pada mereka yang sudah berdiri di belakang Daus. 

"Kemana Rus?" Tanya Daisy linglung. 

"Tempat rahasia." Jawab Daus dengan senyum teka-teki nya.

Setelah beberapa saat melewati lorong-lorong sekolah dan beberapa kali menaiki tangga akhirnya mereka sampai di tempat itu. 

"Orang ku udah siapain markas buat kita, dia udah siapin semua peralatan yang kita perlu didalam sana." Tunjuk Daus ke arah gudang di depan mereka, tapi sekarang itu sudah jadi markas mereka, anak buah Daus dan Handy sudah menyelesaikan semuanya, tempat itu kini hanya ada peralatan mereka, yup itu hanya mereka yang tau. 

"Terus isinya kemana?" Tanya Daisy. 

"Udah di pindah ke gudang bawah. Tadinya aku udah siapin markas di gudang bawah tapi kayaknya ga terlalu aman untuk kita, karna ternyata masih banyak orang yang suka lewat keliling sana, jadi aku suruh orangku untuk pindahin barang kita disini." 

Gudang yang saat ini jadi markas mereka berada di lantai paling atas gedung sekolah di depan rooftop lebih tepatnya. Gudang itu hanya bisa diakses oleh orang-orang yang hanya mempunya gembok pintu masuk rooftop, yang hanya dimiliki oleh mereka dan juga orang-orang yang membantu Daus, selain itu cleaning servis pun tidak memegang kunci pintu rooftop. So jadi tempat ini benar-benar aman.

"Ini udah ada ijin?" Tanya Daisy lagi. 

"Udah." Jawab Handy. 

Lyona yang sedari tadi melihat-lihat seisi tempat itu merasa puas, ya walaupun itu cukup sempit tapi yang penting itu aman untuk mereka, di dalamnya ada sebuah 3 komputer pengawas, sudah terhubung pada CCTV di seisi sekolah juga. Dan di belakangnya ada meja beserta papan tulis standing di samping kanan meja 6 kursi persegi panjang itu. ada sebuah loker disana tepat di belakang pojok kursi dan meja, itu adalah tempat penyimpanan senjata mereka yang rahasia dan hanya mereka yang tau. 

(Kurang lebih kek gitu, kalo kalian punya bayangan sendiri so, got it.) 

"Good job." Senyum Lyona terpancar, ia mengatakan dengan mengelus manja pucuk rambut Daus yang sudah duduk di kursi depan komputernya.

~.~.~.~.~.~

Ini sudah lebih dari 1 minggu mereka bersekolah disana, namun mereka belum mendapat perintah dari Lyona. 


Bertepatan setelah Lyona membalas pesan dari temannya, saat itu Ayah Lyona mulai memerintah. 

"Lyona.." 

"Kenapa Yah?" Lyona memutar kursi berlajarnya, menghadap Ayahnya yang mulai masuk dan duduk di tempat tidur Lyona. 

"Besok kamu boleh memulai misi." 

"Hhmm." Lyona hanya mengangguk dan berdehem menandakan bahwa ia mengerti apa yang harus ia lakukan. 

Ayah Lyona mulai mendekat menatap Lyona lekat yang tengah berada di hadapannya. 

"Kalau kamu gamau gapapa, Ayah ngerti in–" 

"Yah. Lyo bisa, Lyo ga sendiri kok, Lyo ada temen-temen juga." Yakin Lyona yang sudah berdiri dan menatap Ayahnya nanar. 

"Ayah cuman gamau kam–" 

"Lyona ga akan kenapa-napa, Lyona janji bakal selalu aman. Lyo tau ini ga gampang, tapi Lyo juga tau kalo Lyo bisa. Ayah tenang aja, biar Lyo dan temen-temen yang selesein ini." 

"Ya, Ayah seharusnya tau kalo anak Ayah ga lemah," jawab Yudi lalau tertawa lirih. "Tapi kamu harus janji, kalau ada apa-apa harus Ayah yang kamu hubungin, HARUS AYAH!" Tegas Yudi dengan menunjuk telunjuknya didepan wajah sang putri. 

"Iya Lyo tau." Mereka berpelukan dengan hangat. 

"Mulai rencananya besok." Perintah Yudi pada Lyona.

"Iya." 

~.~.~.~.~.~

Mereka sekarang sudah ada di sekolah, dan hari ini adalah jadwal dari Pak William, wali kelas Lyona dan Daisy, yang juga William adalah kakak sepupu Daisy. William juga termasuk dalam rencana ini, Aguswara mengutus Willian untuk ikut bersama anak-anak dan menjaga mereka. Oleh karena itu William ada disini bersama mereka. Bukan hanya William tapi juga 2 orang lainnya yang menyamar menjadi guru. 1 lagi bernama Joni dia sebagai guru olahraga, dan Janu menyamar sebagai guru komputer. Mereka semua adalah bawahan dari William. dan William sendiri dia mengajar Biologi. 

Pelajaran berjalan dengan khidmat dan sekarang dering bel menunjukkan bahwa jam istirahat telah di mulai. 

"Lyona..." Panggil seseorang dari bangku belakang, setelah kepergian Pak Will. 

"Iya?" Tanya Lyona lirih. 

"Nanti tugas kelompok sama aku ya?" Tanya Lutfi. 

"Berapa orang?" Tanya Lyona. 

"5!" 

"Siapa aja?" 

"Aku, Lyona, Dini, Bagas, dan Verel." Jawab Lutfi dengan menunjuk-nunjuk ke arah teman-temannya. Lutfi and the gang adalah geng yang ditakuti di kelas bukan apa-apa mungkin karna Lutfi dan teman-temannya cukup pintar itu yang membuat mereka berani menindas yang lain. 

Lyona menoleh ke arah Daisy dan tersenyum sinis. Daisy hanya diam saat tau namanya tidak disebutkan. 

"Without Daisy?" Tanya Lyona mendangah menatap Lutfi. 

"Kamu mau ajak Daisy? ta-pi udah full." Jawab Lutfi lirih menatap kembali teman-temannya dibelakang. 

"Sorry, aku gamau satu kelompok sama.." Lyona menatap urut Lutfi dan teman-temannya. "PE.. CUN.. DANG!" Jawab Lyona mengeja kata 'Pecundang'. Tentu hal itu membuat Lutfi terbelalak. 

"Maksud kamu apa?" Tanya Dini yang langsung menyorobot ke tengah-tengah Lyona dan Lutfi. 

"Budek? I said you are that bitch." Jawab Lyona lirih menatap mereka dengan tatapan remeh. 

Kini semua penghuni kelas membeku waktu seolah berhenti hanya ada Lyona dan juga Dini yang sedang ber adu argumen. 

"Lyo..." Lirih Daisy terdengar merdu ditelinga Lyona. 

"Hhmm." Lyona menatap Daisy yang menunjukkan puppy eyes-nya. 

"Laper..." Jawab Daisy ragu. 

"Oke kita ke kantin." Ajak Lyona yang sekarang sudah berdiri dan menarik tangan Daisy perlahan. 

"Mau kemana kalian. DASAR LONTE!" Teriak Dini gempar. seketika Lyona menghentikan langkahnya, menatap balik Dini yang wajahnya sudah memerah seoal ia akan meledak. 

Lyona hendak maju menghampiri Dini, namun tangannya di cekal oleh Daisy, "Jangan.. Day.. Day takut." Jawabnya terbata. Lyona mengangguk paham, lalu kembali menggandeng Daisy untuk keluar. Namun lagi-lagi Dini melontarkan katanya lagi. 

"SEKALI LONTE YA LONTE AJA! GW YAKIN HANDY MAU SAMA LO KARNA LO UDAH KASIH BADAN LO YANG MENJIJIKAN ITU KE DIA, YAKAN?" 

Deg! kali ini bukan Lyona yang berhenti. Yup Daisy. Matanya sudah memerah sekarang Lyona sudah bisa merasakan hawa yang tidak biasa ada di diri Daisy, yup Daisy memang jarang marah, bahkan bisa di kata tak pernah selama ini, ia hanya sering menangis dan menangis, apapaun yang dirasanya menyakitkan dia akan menangis. Namun saat ini berbeda. Daisy bukan Daisy sekarang. 

"Kenapa lo liat gw kayak gitu? Gw salah? Atau lo kaget kalo gw tau fakta itu? Ha? Gw tau Day lo itu pelacur, tapi lo mikir dong, orang kayak lo itu gapantes jadi pelacur!" 

"Iya gw emng ga pantes jadi pelacur, dan yang pantes cuman elo kan?" Jawab Daisy kalem. 

"Bangsat! Jaga omonganlo." Jawab Lutfi tak terima karna perkataan Daisy. 

"Loh kok marah? Kenapa? Kaget ya gw udah tau semuanya?" Balik Daisy kepada Lutfi dan Dini. 

Lyona sekarang hanya bersandar di tembok sebelah pintu dengan melipat kedua tangannya di atas perut, dia hari ini hanya akan menyaksikan tontonan seru. Ya karna dia pikir jarang-jarang Daisy bisa terpancing. Well kita lihat siapa Daisy sebenarnya. 

Saat tiba-tiba Dini maju dan mencoba untuk menampar Daisy, dengan cepat Daisy mengambil tanggannya dan memutarnya di belakang tubuh Dini. Erat sangat erat hingga Dini merasa sangat kesakitan. 

"Aww sakit tolol! Lepasin gw!" Jeritnya kencang, Lutfi yang melihat pun tak terima temannya diperlakukan seperti itu. 

"DAY!" Lutfi berteriak dan segera ingin membantu Dini. 

"Stop Lutfi," sentak Lyona. "Jangan coba-coba sentuh mereka, kecuali emng lo mau mati?" senggah Lyona berjalan perlahan menuju ke arah Lutfi dengan membawa sebuah gunting yang dia ambil dari meja temannya, memainkannya memutar dan membuka gunting lebar-lebar membuat Lutfi yang tadinya garang menjadi menciut bagai bunga putri malu.

Lutfi mundur bersamaan dengan majunya Lyona. Lalu Lyona berhenti tepat di depan Daisy dan juga Dini. Lyona menunduk dan menatap Dini lekat.

"Ngapain lo liat gw bangsat! Day lepasin. Sakit!" Pekik Dini. 

Lyona mensejajarkan tubuhnya dengan Daisy, lalu menatap Daisy seolah memberi isyarat 'Kasih lebih' dan seolah semuanya bisa dengan cepat ter-transfer dari mata ke mata. Daisy mengangguk dan lebih menekan kuat tangan Dini kebelakang hingga berbunyi seperti tulang patah yang renyah. 

"Aww!" Dini menjerit bersamaan dengan tubuhnya yang didorong oleh Daisy. Kini Daisy tengah menepuk-nepuk tanganya seolah tengah membersihkan kotoran. Lyona tersenyum bangga. Melihat Dini menangis dan tentu saja tangisan itu berasal dari orang yang tak terduga. 

Daisy berjongkok dan melihat Dini yang menangis kesakitan. 

"Well, Dini.. Dini Adiguna? Hhmm, menarik, namanya bagus! Tapi sayang..." Gantung Daisy sambil membenarkan rambut Dini yang berantakan, menyematkannya ke telinga gadis centil itu dan melanjutkan perkataannya, "Anak. Pungut." Kata Daisy tersenyum tulus, sangat tulus. 

"Lo ngomong apa? Jaga omongan lo anjing!" Maki Dini sambil terisak berusaha untuk berdiri dengan tangan yang amat terasa sakit. 

"Ohho! Belom dikasih tau ya? Upss maaf.. Day gatau kalo kamu belom dikasih tau! Ih ini mulut Day nakal!" Seperdetik dia menyesal dan memukuli mulutnya sendiri dan seperdetik juga Daisy tertawa lega, tawa itu terdengar sangat nyaring dan puas. Lyona yang melihat Daisy tidak menyangka, dia kaget bahwa Daisy bisa bertindak dengan sangat amat benar. Ya dia benar, dia tidak mengada-ada soal Dini adalah anak angkat dari keluarga Adiguna. 

"Ck! ck! ck!" Daisy mendekati Dini dengan menggeleng-geleng kan kepalanya, "Kasian." Daisy menatap remeh Dini yang kini tengah berantakan. 

"Mulai besok gausah cari masalah sama gw kalo lo gamau kedua tangan lo patah! Hari ini mungkin gw cuman selesai sampe sini, tapi gatau kalo besok. So you bitch! Jangan coba-coba usik gw dan temen-temen gw, oh ya! termasuk! My Prince. Handy Raihan!" Tekannya saat mengatakan nama Handy. dan juga menekan-nekan tangan Dini yang tadi terluka oleh Daisy. Membuat Dini meringis kesakitan. 

"That's my girl." Guman Handy pelan, ia sudah sedari tadi disini bersama dengan Daus dan juga Lyona menyaksikan pertempuran telak yang telah lama mereka ingin lihat. Lyona yang mendengar itu tersenyum dan menoleh kepada Handy. 

"Aku yang ajarin." Jawab Lyona bangga kepada Handy. 

"Gilaaa, udah gede dia ternyata." Jawab Daus dengan memasukkan tangannya ke saku celananya. 

~.~.~.~.~.~

Komentar

Postingan Populer