ia ~ 1

Iyah sesuai dengan judulnya ini adalah tentang dia, dia yang selalu bisa menguatkan saya, yang selalu berhasil membuat saya merasa bahwa, akhirnya di dunia saya, masih ada yang bisa menanam tumbuhan baru. Saya nggak ngerti ini akan dibaca atau enggak sama dia, tapi yang jelas saya menulis ini karna saya nggak mau saya lupa akan dia. Dia yang dari dulu menghilang saat saya merasa senang, namun akan selalu datang disaat sedih mulai merajalela di hidup saya. Saya nggak cukup ngerti apa motif yang sedang dia rencanakan terhadap hidup saya, yang jelas saya yakin bahwa dia adalah satu-satunya teman yang dapat mengerti saya, walau dia nggak selalu ada dalam hidup saya.


Cerita saya adalah satu-satunya sumber dari percakapan kita, pertanyaan demi pertanyaan dia utarakan untuk membuat saya jera, dia tau bahwa saya akan berhenti, berhenti untuk terus memikirkan hal yang menurutnya nggak wajar untuk dipikirkan. Tapi dia juga tau kalau saya nggak akan pernah berhenti sebelum dia membuat saya lelah, lelah dengan pertanyaan yang mungkin akan selalu bosan saya jawab, karna yah pertanyaan itu cukup membuat saya gusar, bayangkan saja disaat kamu merasa sangat down tiba-tiba ada yang menanyakan soal,


"Sel kamu kalo pms itu sakit nggak sih?" 

"Sel kalo kamu cuci piring itu bersih nggak sih?"

"Sel kalo mau masak telur, itu harus pake garem yah? Atau kalo ga pake emang kenapa?"

"Sel kamu kalo jadi cewek itu, enak ga sih?" 

"Sel aku kemarin beli timun, kalo dijadiin timun goreng enak nggak, oh sel atau timun crispy, gimana menurutmu?"


Iyah, itu pertanyaannya. Perempuan mana yang nggak kesal saat ada seorang laki-laki menanyakan hal bodoh seperti itu. Bahkan itu sangat bodoh menurut saya. Nggak cukup sampai disitu, kalaupun perlu biasanya dia datang menemui saya, membelikan saya es krim yang hanya dia makan, karna saya nggak boleh makan es krim. Katanya. 


"Aku beli es krim dua nih, kamu mau? Eh nggak boleh deng, nanti dimarahi ayahmu." 


Saya nggak tau kenapa dan karna apa ayah melarang saya untuk makan es krim, bahkan mama pun melarang saya untuk memakan telur, harus ada target, untuk telur hanya boleh 1 minggu sekali, untuk es krim 2 bulan minimal 3 kali, maximal 5 kali. Entahlah saya menanyakan pun jawabannya akan tetap sama, "Kamu punya maag mbak, ayah nggak mau membuat penyakit mu semakin buruk." Padahal saya sendiri nggak yakin kenapa bisa? Maksudnya apa ngaruhnya? Ahh ntahlahh, saya juga bingung.


Setelah dia menghabiskan es krimnya tanpa disisakan untuk saya, dia mulai mengajak saya untuk membeli makanan kucing, itu adalah waktu favorit saya, waktu disaat saya bebas untuk melakukan yang saya mau, karna saat setelahnya dia nggak akan melewatkan untuk mengajak saya ke jembatan, jembatan favorit saya, jembatan yang bisa membuat saya tenang saat berteriak dan melepaskan amarah di diri saya. 


"HOHHH BRIDGE, WANITAMU SEDANG BERSEDIH, DIA MAU AKU UNTUK MENGAJAKNYA KESINI. KAMU DENGAR KAN!" 


Katanya berteriak kepada jembatan yang nggak ada satupun orang melewatinya saat itu, kecuali kita. Saya hanya tertawa, saya tau dialog itu nggak akan pernah berubah, ya walaupun sebenarnya nggak pakai bahasa seperti itu tapi setidaknya artinya sama lah. Dia nggak akan pernah membiarkan saya sedih dengan seenak hati, dia akan terus mengejek saya sampai-sampai saya akan mengejarnya dengan sangat senang hati, iyah, berteriak dan berlari adalah waktu favorit saya, apalagi kalau di tambah dengan dia. 


Saya nggak ngerti kenapa karna memang disaat saya bersama dengan dia seolah waktu telah menjadi indah, sangat indah. Semua sedih yang datang seolah telah dia tarik dan nggak boleh mendekati saya lagi. Kita berbeda 2 tahun, dia lahir lebih dulu, saat itu seharusnya dia telah menjadi kakak senior saya, tapi dia malah memilih untuk menjadi teman saya. Saat sekolah semuanya baik-baik saja, dia punya pacar yang juga satu angkatan dengan saya. Iyah pacarnya cemburu dengan saya, dengan saya yang padahal pacarnya sendiri nggak ngerti sifat dan kepribadian dia. Saya tau benar dia nggak akan pernah berpaling, kalau dia sudah berkata suka maka dia memang suka, kalau dia berkata enggak maka artinya enggak. Tapi sayangnya pacarnya nggak mau mengerti itu, pacarnya menyuruh dia untuk menjauhi saya, sebenarnya saya nggak papa sih karna kan ya mau bagaimana lagi, saya kan juga harus mengerti. 


"Maaf, tapi aku harus meninggalkan kamu sel." Katanya sambil tertunduk, mungkin dia malu.

"Nggak apa-apa, saya ngerti, pergilah saya akan baik-baik saja, saya nggak akan ngerepotin kamu lagi, saya nggak akan telfon kamu malem-malem cuman karna saya mau cerita, kamu nggak perlu khawatir karna saya akan jaga diri saya baik-baik, saya nggak akan makan telur diam-diam, saya akan makan sayur setiap hari, saya akan selalu minum air putih, saya nggak akan telat untuk makan, saya nggak akan sakit lagi, saya janji." 

"Anak baik nggak boleh sedih kan?" 

"Saya nggak sedih, saya cuma belum terbiasa aja, sudah nggak papa, jangan membuat saya lemah, katamu saya tangguh kan? maka pergilah." 

"Aku pergi" dan sudah, dia telah menjadi milik wanitanya, milik wanita yang sangat dia cintai, setelahnya kita nggak betegur sapa, saat bertemu disekolah saya hanya diam, diapun begitu, saya tau dia ingin menghormati wanitanya, makanya saya nggak marah saat dia mulai berlari untuk meninggalkan saya. 


***


Kurang lebih selama 6 bulan. Satu semester, satu semester saya sendirian, satu semester dia nggak menemui dan nggak berbicara dengan saya, saya tetap baik-baik saja, karna memang dari awal saya nggak kenapa-kenapa kan. Lalu malam itu ada suara telfon dari hp saya, dari unknown number, saya pikir itu adalah orang pengantar paket, karna memang setiap saya pesan paket pak kurir nya selalu menelfon saya untuk menyuruh saya keluar rumah, ternyata saya salah, 


"Hallo, Sudah didepan pak? Saya keluar yah? Tunggu sebentar pak." 

"Sel..." suara itu, suara yang nggak asing. 

"Kamu?" 

"Bisa bertemu nggak, aku butuh teman." 

"Dimana? Saya akan datang." 

"Bridge." itu adalah nama panggilan jembatan favorit saya, ouh lebih tepatnya favorit kita.


Saya menghampirinya, dia sedang berdiri di tepian jembatan, dengan rambut yang berantakan, memakai baju warna hitam dan celana denim kesukaannya, sepertinya dia sadar kalau saya telah datang, dia sedikit mengusap mukanya, entah air mata atau hanya sebuah usapan untuk menyadarkan lamunannya. 


"Ada apa?" Tanya saya khawatir, 

"Dia ... dia dengan yang lain." Katanya kecewa, sedikit menahan marah, tangannya mengepal, dan dahi yang berkerut. 

"Ohh." Saya nggak tau harus berkata apalagi karna memang saya rasa kata 'Kenapa' belum pantas untuk masuk dalam dialog saya saat itu. 

"Banyak hal yang pingin aku ceritakan, tapi aku nggak sanggup kalau harus mengatakannya." Air mata itu jatuh, dia menangis, saya hancur. 

"Saya mau ikut menangis." Kata saya sambil mengeluarkan air mata saya yang nggak seberapa itu. Karna memang nggak bisa dipungkiri saya adalah Pisces saya sangat sensitif tentang keadaan orang lain yang bahkan nggak saya kenal sekalipun, saya bisa menangis hanya karna saya melihat seekor kucing terjatuh dari pohon, padahal kucingnya mah nggak papa, kek kucingnya merasa feel enjoyed brooo, tapi saya aja yang lebay.  

"Mari menangis bersama-sama." Katanya sambil melihatku dan membuat drama. Akhirnya dia berhenti menangis dan malah menakutiku ku dengan berbicara, "Sel, dibelakangmu..." 


Saya berteriak dan nggak sengaja menamparnya, itu menjadi seru karna yah, kita akhirnya sudah kembali, kita tertawa lagi, kita bisa berlari dan berteriak lagi. Sebenarnya saya mau mengucapkan terimakasih banyak kepada wanitanya karna telah mengembalikan dia kepada saya, sampai saat ini. Setelahnya mungkin dia nggak akan melakukan hal yang salah lagi, dengan meninggalkan saya. Saya pikir saat dia telah berlari, dia nggak akan kembali lagi, dia nggak akan datang lagi, malah kemungkinan paling buruk adalah, dia nggak mengingat saya lagi, tapi ternyata semesta membuat saya yakin bahwa dia adalah saya, dia untuk saya. Semesta mengembalikan bagian dari saya yang telah hilang. Saya kembali utuh. Lalu kita pergi dan berjalan-jalan mengelilingi Surabaya. Kita berhenti disebuah warung bakso favorit kita dipinggir jalan, lalu kita makan bakso. 


"Duduklah," perintahnya terhadap saya, saya pun duduk dan membiarkan dia memesankan makanan saya.

"Pak bakso dua, yang satu pake kuah, yang satu engga, yang pake kuah pedes ya pak, yang nggak pakek kuah pedesnya dikit aja terus gausah dikasih daun bawang, kasih bawang gorengnya agak banyak ya pak, terus tahunya banyakin juga pak, pake saus sama kecap, gorengannya jangan lupa, kalo yang pake kuah lengkap ya pak, minumnya es teh, sama es jeruk peras." Lalu dia duduk didepan saya.

"Kasian bapaknya bingung." 

"Pesananmu yang nge-bingung-in." Saya tertawa karna, ya memang saya suka bakso tanpa kuah, tanpa daun bawang, tahu yang agak banyak, dengan gorengan yang cukup, ditambah saus dan kecapnya harus pas, saya nggak tau kenapa, tapi itu enak. Nggak begitu lama pesanan kita datang. 

"Nih mas baksonya."

"Makasih pak." Ucap kita berbarengan, saya nggak ngerti kenapa saya juga bilang makasih padahal yang dipanggil cuman 'Mas'. 


Lalu kita makan, nggak ada yang spesial dari makan, kecuali dia. Es jeruk peras dan bakso tanpa kuah menjadi bukti kuat kalau sebenarnya kita sangat berbeda, mulai dari kesukaan, hoby, pemikiran, musik, buku, film, visi dan misi kita, sangat jauh berbeda. Nggak ada yang sama diantara kita, kecuali satu, sayang. Saya menyayanginya tapi saya tidak mencintainya, begitupun sebaliknya, saya tau dan saya yakin bahwa kita nggak akan mengubah itu semua menjadi sebuah bencana. 


"Sel ... kalo misal aku mencintaimu, kamu marah nggak? 

"Kamu bahkan lebih pantas menjadi paman saya ketimbang menjadi pacar saya." Oh saya belum menjelaskan satu hal, dia sangat tinggi, tubuhnya kurus tapi nggak banget, dan mukanya agak sedikit jutek, dengan rambut yang rapi dan wangi, dia berumur 19 tahun sekarang sedang saya masih 17 belas tahun, ya memang nggak beda jauh tapi saya pikir kan, saya mengucapkan kata itu untuk sekedar mengejek hehe. 

"Kurang ajar ... eh iya sih tapi kupikir-pikir ternyata kalo kita jalan bareng tuh kek adek kakak yah, jadi kayaknya untuk pacaran kita nggak kan?"

"Nggak! Dan selamanya akan nggak!" 

"Deal" dia mengatakan itu dengan memajukan tangan seraya ingin menjabat tangan saya, dan saya balas jabatan tangan itu dengan berkata,

"Deal!" Lalu kita tertawa, menertawakan hal yang seharusnya nggak lucu. 


Setelah makan saya mampir ke rumah temannya, dia ingin mengambil barang katanya, dan saat kita sampai disana ternyata dia membelikan saya sebuah kacamata, katanya, "Ini kacamata, ini anti radiasi yah. Mahal. Jadi besok kalo aku ulang tahun, dimohon kesadaran dirinya." Yah itu lucu.
Lalu akhirnya setelah 6 bulan dia kembali kerumah saya, kerumah yang penuh dengan kenangan, yang membuat saya sangat kaget adalah, ternyata keluarga saya juga sangat merindukannya, dari adik, mama, ayah, bahkan nenek saya pun sangat senang melihat kehadirannya. Mama langsung menyuruhnya masuk dan membuatkan secangkir teh tanpa gula tapi dengan sedikit madu, teh kesukaannya. Setelah itu dia akhirnya pulang, kerumahnya.


"Aku pulang." pamitnya 

"Hati-hati." 

"Jangan tidur dulu sel." 

"Kenapa?" 

"Nanti aku mau telfon kamu." 

"Yasudah." 


Setelah beberapa menit dia menelfon saya, dia mulai bercerita tentang apa yang terjadi antara dia dan wanitanya, dia bilang, "Aku ga bilang ini saat ketemu kamu, karna aku tau kamu akan nangis kalau lihat aku nangis. Kamu tau aku ga suka melihat kamu nangis kan?" 

"Tapi tadi kamu sudah buat saya nangis," 

"Iyah, makanya kamu menamparku." 

"Kamu yang mulai duluan." 

"Aku suka kamu, karna kamu suka aku." 

"Aku gasuka kamu, karna kamu suka aku." 

"Can you make me happy tonight!" katanya sambil kesal.

Saya tertawa dan menjawab, "Mending kamu sukai dirimu dulu, biar ga ditinggalin sama orang lain." 

"Maksudnya, aku kan emng suka sama diriku?"

"Kalo kamu menyukai dirimu, kamu nggak akan meninggalkan orang lain demi orang lain. Kamu nggak akan melukai orang lain demi membahagiakan orang lain. Kamu belum bisa optimis akan misimu, kamu belum layak untuk di kata gentle." 

"Kamu sakit?" 

"Nggak, saya nggak sakit, cuma sedikit nggak baik-baik saja." 

"Aku harus apalagi untuk buat kamu senang?" 

"Saya sudah nggak butuh dibuat senang lagi, mendengar tawa mu saja saya sudah senang, saya sudah cukup." 

"Maaf." 

"Kamu harus ngerti, kadang apa yang nggak saya ucapkan adalah perasaan yang nggak mau saya keluarkan untuk membuatmu terluka, kamu juga perlu tau, semesta memberimu kesempatan untuk membuat saya tidak semakin jauh, walau hanya sesaat kamu juga nggak terlalu pantas untuk berpikir bahwa saya akan sangat kehilangan kamu, pikir mu mungkin benar untuk menjaga komitmen dengan wanitamu, tapi caramu salah dengan meninggalkan semua yang telah kamu punya, hanya untuk wanita yang bahkan hanya menganggap mu seseorang yang cukup untuk waktu luang saja."

"Yaa I know, makanya aku harus apa untuk bikin kamu senang? aku gamau terus-terusan punya rasa bersalah itu." 

"One thing, simpan komitmen mu untuk dirimu sendiri, jangan dulu diberi ke orang lain, mereka belum layak." 

"Termasuk kamu?" 

"Kecuali saya." 

"Najis."

"Sudah selesai?" 

"Done, selamat malam." 

"Malam kembali." 


Sekarang semuanya sudah selesai, antara saya dan juga dia, saya tidak mencintainya, tapi saya menyayanginya, saya belum cukup mampu untuk mencintai laki-laki manja dan cukup nggak dewasa itu, saya terlalu kaku untuk menunjukkan bahwa dia cukup tua untuk melakukan hal itu (yatuhann semoga dia ga baca ini). Kita baik-baik saja sampai saat ini, hari-harinya, dan hari-hari saya sudah menjadi hal paling membahagiakan, cerita tentang sekolah, teman, rumah, lingkungan, dan semuanya telah kita padu padan kan, sudah nggak ada lagi yang disembunyikan, bahkan saya pun sudah nggak menemukan ruang untuk menyembunyikan apapun, karna saya tau sekeras apapun letak dan tempat persembunyian saya, akan tetap dia ketahui juga, mata nggak pernah bohong soal rasa, dia cukup melihat saya untuk mengerti bahwa dunia saya kadang nggak cukup fine untuk hari ini, begitupun dengan saya. Maka sudah selesai semuanya, akan ada banyak kemungkinan kalian akan menemukan lagi tulisan saya tentang dia, mungkin juga di bab 2 tentang dia, akan ada nama itu, namanya. Saya nggak janji tapi akan saya usahakan.

Komentar

Postingan Populer